MAKALAH PSIKOLOGI
PERKEMBANGAN
ASPEK PERKEMBANGAN
EMOSI ANAK SD
KELAS 4 SAMPAI KELAS 6
OLEH
SUSANTI
NIM P2A616004
UNIVERSITAS JAMBI
PROGRAM STUDI PASCA SARJANA
2016
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG
Seorang anak dalam perkembangannya memiliki banyak
keunikan yang terkadang mengejutkan. Keunikan dalam perkembangan tersebut sulit
dimengerti oleh orang dewasa khususnya orang tua,Sehingga banyak kejadian orang
tua bersikap kasar kepada anaknya ketika anak memunculkan beberapa sifat
khasnya. Hal yang sama tidak jarang hal itu terjadi pada dewan pendidik di
sekolah.
Perkembangan anak terdiri dari beberapa aspek. Salah
satu aspek perkembangan yang sering sekali menjadi masalah adalah perkembangan
emosi anak. Hal yang sangat sering di permasalahkan orang tua pada umumnya
adalah anak bergitu nakal. Mungkin saja hal itu bersifat normal tetapi ada
kemungkinan merupakan gangguan yang terjadi dari perkembangan emosi.
Banyaknya fenomena yang sering ditemui kemungkinan
besar karena baik orang tua maupun guru hanya belum mengerti tahap-tahap
perkembangan anak tersebut. Untuk mencegah terjadinya hal-hal yang akan
merugikan anak, penulis akan memaparkan tentang perkembangan emosi anak usia
sekolah dasar.
B. RUMUSAN
MASALAH
Dari uraian latar belakang tentang isi makalah, maka
dapat dirumuskan masalah sebagai berikut.
1. Apakah yang dimaksud emosi?
2. Bagaimanakah perkembangan emosi pada anak usia sekolah
dasar kelas 4 sampai kelas 6 ?
3. Apa sajakah macam ekspresi emosi pada anak usia
sekolah dasar dasar kelas 4 sampai kelas 6 ?
4. Apakah ciri khas emosi pada anak usia sekolah dasar dasar kelas
4 sampai kelas 6 ?
5. Bagaimanakah tingkatan perkembangan emosi?
6. Apa sajakah factor-faktor yang mempengaruhi
perkembangan emosi pada anak usia sekolah dasar dasar kelas 4 sampai kelas
6?
7. Bagaimana cara mengembangkan kecerdasan emosi anak
usia sekolah dasar dasar kelas 4 sampai kelas 6 ?
C. TUJUAN
Penyusunan makalah ini memiliki tujuan sebagai
berikut.
1. Kepada
orang tua, Semoga dapat dijadikan pedoman untuk memahami perkembangan anak
khususnya di sekolah dasar.
2. Kepada guru, Semoga dapat dijadikan bekal
untuk mendidik anak yang perkembangan masih labil. Agar hak-hak anak dalam
pendidikan dapat terpenuhi.
3. Kepada penulis, Semoga dapat dijadikan
pelajaran dan dapat dijadikan bekal untuk menjalani profesi nantinya. Selain
itu, semoga dapat dijadikan batu loncatan untuk menyusun makalah yang lebih
baik lagi.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN EMOSI
Kata emosi berasal dari bahasa latin, yaitu emovere, yang berarti bergerak menjauh.
Arti kata ini menyiratkan bahwa kecenderungan bertindak merupakan hal mutlak
dalam emosi. Menurut Daniel Goleman (2002 : 411) emosi merujuk pada suatu
perasaan dan pikiran yang khas, suatu keadaan biologis dan psikologis dan
serangkaian kecenderungan untuk bertindak. Emosi pada dasarnya adalah dorongan
untuk bertindak. Biasanya emosi merupakan reaksi terhadap rangsangan dari luar
dan dalam diri individu. Sebagai contoh emosi gembira mendorong perubahan
suasana hati seseorang, sehingga secara fisiologi terlihat tertawa, emosi sedih
mendorong seseorang berperilaku menangis.
Emosi
berkaitan dengan perubahan fisiologis dan berbagai
pikiran. Jadi, emosi merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan
manusia, karena emosi dapat merupakan motivator perilaku dalam arti meningkatkan,
tapi juga dapat mengganggu perilaku intensional manusia. (Prawitasari,1995).
Dalam kehidupan sehari-hari, emosi sering diistilahkan juga dengan perasaan. Misalnya, seorang siswa hari ini ia merasa senang karena
dapat mengerjakan semua pekerjaan rumah (PR) dengan baik. Siswa lain mengatakan
bahwa ia takut menghadapi ujian. Senang dan
takut berkenaan dengan perasaan,
kendati dengan makna yang berbeda. Senang
termasuk perasaan, sedangkan takut
termasuk emosi.
Perasaan menunjukkan suasana batin yang lebih tenang
dan tertutup karena tidak banyak melibatkan aspek fisik, sedangkan emosi
menggambarkan suasana batin yang dinamis dan terbuka karena melibatkan ekspresi
fisik. Perasaan (feeling) seperti
halnya emosi merupakan suasana batin atau suasana hati yang membentuk suatu
kontinum atau garis yang merentang dari perasaan sangat senang/sangat suka sampai tidak senang/tidak suka. Perasaan timbul karena adanya rangsangan
dari luar, bersifat subjektif dan temporer. Misalnya, sesuatu yang dirasakan
indah oleh seseorang pada waktu melihat suatu lukisan, mungkin tidak indah
baginya beberapa tahun yang lalu, dan tidak indah bagi orang lain. Ada juga
perasaan bersifat menetap menjadi suatu kebiasaan dan membentuk adat-istiadat.
Misalnya, orang Padang senang makan pedas, orang Sunda senang makan sayur/lalap
sambal.
Simpati dan empati merupakan bentuk perasaan yang
cukup penting dalam kehidupan bersosialisai dengan orang lain. Simpati adalah suatu kecenderungan untuk
senang atau tertarik kepada orang lain. Empati adalah suatu kondisi perasaan
jika seseorang berada dalam situasi orang lain. Biasanya kita rasakan saat
melihat film atau sinetron dramatis.
Emosi merupakan perpaduan dari beberapa perasaan yang
mempunyai intensitas relatif tinggi dan menimbulkan suatu gejolak suasana
batin. Seperti halnya perasaan, emosi juga membentuk suatu kontinum atau garis
yang bergerak dari emosi positif sampai negatif.
Minimal ada empat ciri emosi, yaitu :
1. Pengalaman
emosional bersifat pribadi/subjektif, ada perbedaan pengalaman antara individu
yang satu dengan lainnya;
2. Ada
perubahan secara fisik (kalau marah jantung berdetak lebih cepat);
3. Diekspresikan
dalam perilaku seperti takut, marah, sedih, dan bahagia;
4. Sebagai
motif, yaitu tenaga yang mendorong seseorang melakukan kegiatan, misalnya orang
yang sedang marah mempunyai tenaga dan dorongan untuk memukul atau merusak
barang. (Kurnia, 2008 : 2.23).
Emosi adalah sebagai sesuatu suasana yang kompleks (a complex feeling state) dan getaran
jiwa (a strid up state) yang
menyertai atau munculnya sebelum dan sesudah terjadinya perilaku. (Syamsudin,
2005:114). Sedangkan menurut Crow & crow (1958) (dalam Sunarto, 2002:149)
emosi adalah “An emotion, is an affective
experience that accompanies generalized inner adjustment and mental
physiological stirred up states in the individual, and that shows it self in
his overt behavior.” Jadi emosi adalah pengalaman afektif yang
disertai penyesuaian dari dalam diri individu tentang keadaan mental dan fisik
dan berwujud suatu tingkah laku yang tampak.
Menurut James & Lange, bahwa emosi itu timbul
karena pengaruh perubahan jasmaniah atau kegiatan individu. Misalnya menangis
itu karena sedih, tertawa itu karena gembira. Sedangkan menurut Lindsley bahwa
emosi disebabkan oleh pekerjaan yang terlampau keras dari susunan syaraf
terutama otak, misalnya apabila individu mengalami frustasi, susunan syaraf
bekerja sangat keras yang menimbulkan sekresi kelenjar-kelenjar tertentu yang
dapat mempertinggi pekerjaan otak, maka hal itu menimbulkan emosi.
B.
PERKEMBANGAN EMOSI ANAK
Tahun-tahun awal kehidupan seorang anak ditandai
dengan peristiwa-peristiwa yang bersifat fisik, misalnya kehausan dan kelaparan
serta peristiwa-peristiwa yang bersifat interpersonal, seperti ditinggalkan di
rumah dengan pengasuh atau babysitter,
yang dapat menyebabkan timbulnya emosi negatif. Kemampuan dalam mengelola emosi
negatif ini sangat penting bagi pencapaian tugas-tugas perkembangan dan
berkaitan dengan kemampuan kognitif dan kompetensi sosial (Garner dan Landry,
1994; Lewis, Alessandri dan Sullivan, 1994 dalam Pamela W., 1995:417). Perilaku
awal emosi dapat digunakan untuk memprediksi perkembangan kemampuan afektif
(Cicchetti, Ganiban dan Barnet, 1991 dalam Pamela W., 1995:417). Keluarga
dengan orang tua yang memiliki emosi positif cenderung memiliki anak dengan
perkembangan emosi yang juga positif, demikian pula sebaliknya (Pamela W.,
1995:422).
Emosi memiliki peranan yang sangat penting dalam
perkembangan anak, baik pada usia prasekolah maupun pada tahap-tahap
perkembangan selanjutnya, karena memiliki pengaruh terhadap perilaku anak.
Woolfson, 2005:8 menyebutkan bahwa anak memiliki kebutuhan emosional, yaitu :
1. Dicintai,
2. Dihargai,
3. Merasa aman,
4. Merasa kompeten,
5. Mengoptimalkan
kompetensi
Apabila kebutuhan emosi ini dapat dipenuhi akan
meningkatkan kemampuan anak dalam mengelola emosi, terutama yang bersifat
negatif.
Hurlock, 1978:211 menyebutkan bahwa emosi mempengaruhi
penyesuaian pribadi sosial dan anak. Pengaruh tersebut antara lain tampak dari
peranan emosi sebagai berikut.
1.
Emosi menambah rasa nikmat bagi
pengalaman sehari-hari. Salah satu bentuk emosi adalah luapan perasaan,
misalnya kegembiraan, ketakutan ataupun kecemasan. Luapan ini menimbulkan
kenikmatan tersendiri dalam menjalani kehidupan sehari-hari dan memberikan
pengalaman tersendiri bagi anak yang cukup bervariasi untuk memperluas
wawasannya.
2.
Emosi menyiapkan tubuh untuk
melakukan tindakan. Emosi dapat mempengaruhi keseimbangan dalam tubuh, terutama
emosi yang muncul sangat kuat, sebagai contoh kemarahan yang cukup besar. Hal
ini memunculkan aktivitas persiapan bagi tubuh untuk bertindak, yaitu hal-hal
yang akan dilakukan ketika timbul amarah. Apabila persiapan ini
ternyata tidak berguna, akan dapat menyebabkan timbulnya rasa gelisah, tidak
nyaman, atau amarah yang justru terpendam dalam diri anak.
3. Ketegangan emosi mengganggu keterampilan motorik.
Emosi yang memuncak mengganggu kemampuan motorik anak. Anak yang terlalu tegang
akan memiliki gerakan yang kurang terarah, dan apabila ini berlangsung lama
dapat mengganggu keterampilan motorik anak.
4. Emosi merupakan bentuk komunikasi. Perubahan mimik
wajah, bahasa tubuh, suara, dan sebagainya merupakan alat komunikasi yang dapat
digunakan untuk menyatakan perasaan dan pikiran (komunikasi non verbal).
5. Emosi mengganggu aktivitas mental. Kegiatan mental,
seperti berpikir, berkonsentrasi, belajar, sangat dipengaruhi oleh kestabilan
emosi. Oleh karena itu, pada anak-anak yang mengalami gangguan dalam
perkembangan emosi dapat mengganggu aktivitas mentalnya.
6. Emosi merupakan sumber penilaian diri dan
sosial. Pengelolaan emosi oleh anak sangat mempengaruhi perlakuan orang dewasa
terhadap anak, dan ini menjadi dasar bagi anak dalam menilai dirinya sendiri.
7.
Emosi mewarnai pandangan anak terhadap kehidupan.
Peran-peran anak dalam aktivitas sosial, seperti keluarga, sekolah, masyarakat,
sangat dipengaruhi oleh perkembangan emosi mereka, seperti rasa percaya diri,
rasa aman, atau rasa takut.
8. Emosi mempengaruhi interaksi sosial. Kematangan
emosi anak mempengaruhi cara anak berinteraksi dengan teman sebaya dan lingkungannya. Di lain pihak,
emosi juga mengajarkan kepada anak cara berperilaku sehingga sesuai dengan
ukuran dan tuntutan lingkungan sosial.
9. Emosi memperlihatkan kesannya pada ekspresi
wajah. Perubahan emosi anak biasanya ditampilkan pada ekspresi wajahnya,
misalnya tersenyum, murung atau cemberut. Ekspresi wajah ini akan mempengaruhi
penerimaan sosial terhadap anak.
10. Emosi mempengaruhi suasana
psikologis. Emosi mempengaruhi perilaku anak yang ditunjukkan kepada lingkungan
(covert behavior). Perilaku ini mendorong lingkungan untuk memberikan
umpan balik. Apabila anak menunjukkan perilaku yang kurang menyenangkan, dia
akan menerima respon yang kurang menyenangkan pula, sehingga anak akan merasa
tidak dicintai atau diabaikan.
11. Reaksi emosional apabila diulang-ulang akan
berkembang menjadi kebiasaan. Setiap ekspresi emosi yang diulang-ulang akan
menjadi kebiasaan, dan pada suatu titik tertentu akan sangat sulit diubah.
Dengan demikian, anak perlu dibiasakan dengan mengulang-ulang perilaku yang
bersifat positif, sehingga akan menjadi kebiasaan yang positif pula.
Anak mengkomunikasikan emosi melalui verbal, gerakan
dan bahasa tubuh. Bahasa tubuh ini perlu kita cermati karena bersifat spontan
dan seringkali dilakukan tanpa sadar. Dengan memahami bahasa tubuh inilah kita
dapat memahami pikiran, ide, tingkah laku serta perasaan anak. Bahasa tubuh
yang dapat diamati antara lain : ekspresi wajah, napas, ruang gerak, dan
pergerakan tangan dan lengan.
Pada usia sekolah anak-anak belajar menguasai dan
mengekspresikan emosi (Saarni, Mumme, dan Campos, 1998 dalam De Hart,
1992:348). Pada usia 6 tahun anak-anak memahami konsep emosi yang lebih
kompleks, seperti kecemburuan, kebanggaan, kesedihan dan kehilangan (De Hart,
1992:348), tetapi anak-anak masih memiliki kesulitan di dalam menafsirkan emosi
orang lain (Friend and Davis, 1993). Pada tahapan ini anak memerlukan
pengalaman pengaturan emosi, yang mencakup :
1. Kapasitas
untuk mengontrol dan mengarahkan ekspresi emosional.
2. Menjaga perilaku yang terorganisir ketika
munculnya emosi-emosi yang kuat dan untuk dibimbing oleh pengalaman emosional.
Perkembangan emosi pada anak sekolah dasar kelas
4 sampai kelas 6 melalui beberapa fase yaitu :
a.
Anak usia 9-10 tahun
anak dapat mengatur ekspresi emosi dalam situasi sosial dan dapat berespon
terhadap distress emosional yang terjadi pada orang lain. Selain itu dapat
mengontrol emosi negatif seperti takut dan sedih. Anak belajar apa yang membuat
dirinya sedih, marah atau takut sehingga belajar beradaptasi agar emosi
tersebut dapat dikontrol (Suriadi & Yuliani, 2006).
b.
Pada masa usia 11-12
tahun, pengertian anak tentang baik-buruk, tentang norma-norma aturan serta
nilai-nilai yang berlaku di lingkungannya menjadi bertambah dan juga lebih
fleksibel, tidak sekaku saat di usia kanak-kanak awal. Mereka mulai memahami
bahwa penilaian baik-buruk atau aturan-aturan dapat diubah tergantung dari
keadaan atau situasi munculnya perilaku tersebut. Nuansa emosi mereka juga
makin beragam.
Fungsi dan peranan emosi pada perkembangan anak yang
dimaksud adalah :
a) Merupakan bentuk komunikasi. Emosi berperan dalam
mempengaruhi kepribadian dan penyesuaian diri anak dengan lingkungan sosialnya.
b) Emosi dapat mempengaruhi iklim psikologis lingkungan.Tingkah
laku yang sama dan ditampilkan secara berulang dapat menjadi satu kebiasaan.
c) Ketegangan emosi yang di miliki anak dapat menghambat
aktivitas motorik dan mental anak (Resa, 2010).
C. MACAM
EKSPRESI EMOSI ANAK
Emosi dan perasaan yang umum pada peserta didik usia
SD/MI adalah rasa takut, khawatir/cemas, marah, cemburu, merasa bersalah dan
sedih, ingin tahu, gembira/senang, cinta dan kasih sayang.
Pola Emosi pada Anak menurut
Syamsu (2008)
1. Rasa takut
Takut yaitu perasaan
terancam oleh suatu objek yang membahayakan. Rasa takut terhadap sesuatu
berlangsung melalui tahapan.
a. Mula-mula tidak takut, karena anak belum sanggup
melihat kemungkinan yang terdapat pada objek.
b. Timbulnya rasa takut setelah mengenal bahaya.
c. Rasa takut bias hilang kembali setelah mengetahui
cara-cara menghindari bahaya.
2. Rasa malu
Rasa malu merupakan
bentuk ketakutan yang ditandai oleh penarikan diri dari hubungan dengan orang
lain yang tidak dikenal atau tidak sering berjumpa.
3. Rasa canggung
Seperti halnya rasa
malu, rasa canggung adalah reaksi takut terhadap manusia, bukan ada obyek atau
situasi. Rasa canggung berbeda dengan rasa malu daam hal bahwa kecanggungan
tidak disebabkan oleh adanya orang yang tidak dikenal atau orang yang sudah
dikenal yang memakaai pakaian tidak seperti biasanya, tetapi lebih disebabkan
oleh keraguan-raguan tentang penilaian orang lain terhadap prilaku atau diri
seseorang. Oleh karena itu, rasa canggung merupakan keadaan khawatir yang menyangkut
kesadaran-diri (selfconscious distress).
4. Rasa khawatir
Rasa khawatir
biasanya dijelaskan sebagai khayalan ketakutan atau gelisah tanpa alasan. Tidak
seperti ketakutan yang nyata, rasa khawatir tidak langsung ditimbulkan oleh
rangsangan dalam lingkungan tetapi merupakan produk pikiran anak itu sendiri.
Rasa khawatir timbul karena karena membayangkan situasi berbahaya yang mungkin
akan meningkat. Kekhawatiran adalah normal pada masa kanak-kanak, bahkan pada
anak-anak yang penyesuaiannya paling baik sekalipun.
5. Rasa cemas
Rasa cemas ialah
keadaan mental yang tidak enak berkenaan dengan sakit yang mengancam atau yang
dibayangkan. Rasa cemas ditandai oleh kekhwatiran, ketidakenakan, dan merasa
yang tidak baik yang tidak dapat dihindari oleh seseorang; disertai dengan
perasaan tidak berdaya karena merasa menemui jalan buntu; dan di sertai pula
dengan ketidakmampuan menemukan pemecahan masalah yang dicapai.
6. Rasa marah
Rasa marah adalah
ekspresi yang lebih sering diungkapkan pada masa kanak-kanak jika dibandingkan
dengan rasa takut. Alasannya ialah karena rangsangan yang menimbulkan rasa
marah lebih banyak, dan pada usia yang dini anak-anak mengetahui bahwa
kemarahan merupakan cara yang efektif untuk memperoleh perhatian atau memenuhi
keinginan mereka.
7. Rasa cemburu
Rasa cemburu adalah
reaksi normal terhadap kehilangan kasih sayang yang nyata, dibayangkan, atau
ancaman kehilangan kasih sayang.
8. Duka cita
Duka cita adalah
trauma psikis, suatu kesengsaraan emosional yang disebabkan oleh hilangnya
sesuatu yang dicintai.
9. Keingintahuan
Rangsangan yang
menimbulkan keingintahuan anak-anak sangat banyak. Anak-anak menaruh minat
terhadap segala sesuatu di lingkungan mereka, termasuk diri sendiri.
10. Kegembiraan
Kegembiraan adalah
emosi yang menyenangkan yang juga dikenal dengan keriangan, kesenangan, atau
kebahagian. Setiap anak berbeda-beda intensitas kegembiraan dan jumlah
kegembiraannya serta cara mengepresikannya sampai batas-batas tertentu dapat
diramalkan. Sebagai contoh ada kecenderungan umur yang dapat diramalkan, yaitu
anak-anak yang lebih muda merasa gembira dalam bentuk yang lebih menyolok dari
pada anak-anak yang lebih tua.
Takut, khawatir atau cemas berkenaan dengan adanya
rasa terancam oleh sesuatu. Rasa takut muncul karena adanya ancaman oleh
sesuatu yang jelas penyebabnya, sedangkan khawatir atau cemas karena adanya
ancaman oleh sesuatu yang tidak terlalu jelas penyebabnya. Ketakutan,
kekhawatiran atau kecemasan memiliki nilai positif asalkan intensitasnya tidak
begitu kuat karena mengakibatkan seseorang tetap waspada dan berharap agar
situasi menjadi lebih baik. Biasanya anak takut akan kegelapan, ditinggal
sendirian, terhadap binatang tertentu, serta tidak disayang dan diterima oleh
keluarga dan teman sebaya.
Terjadi variasi rasa takut pada anak yang dipengaruhi
oleh tingkat intelegensi, jenis kelamin, status sosial ekonomi, kondisi fisik,
hubungan sosial, urutan kelahiran, dan kepribadian anak (introvert atau ekstrovert).
Rasa takut pada anak biasanya berkaitan dengan rasa malu yang merupakan bentuk
penarikan diri anak dari hubungan dengan orang lain, juga dengan rasa canggung
dan ragu apabila ada orang yang tidak dikenal atau orang yang dikenal dengan
penampilan tidak seperti biasanya.
Rasa khawatir dan cemas biasanya timbul tanpa alasan
yang jelas, tetapi lebih disebabkan karena membayangkan situasi bahaya atau
kesakitan yang mungkin terjadi. Biasanya terekspresikan dalam bentuk perilaku
yang murung, gugup, mudah tersinggung, tidur tidak nyenyak, dan cepat marah.
Dapat juga sebaliknya. Anak menyelubungi rasa takut, khawatir, dan cemas dengan
berperilaku tidak sebagaimana biasanya, seperti makan berlebihan, menonton
televisi berlebihan, dan menyalahkan orang lain. Tingkat kekhawatiran dan
kecemasan tergantung pada kemampuan anak dalam mengelola ancaman yang
dibayangkan akan terjadi.
Rasa marah merupakan suatu perasaan yang yang dihayati
oleh anak yang cenderung bersifat menyerang. Cukup banyak diekspresikan oleh
anak karena rangsangan yang menimbulkan rasa marah lebih banyak dibandingkan
dengan rangsangan yang menimbulkan rasa takut. Sebagaimana halnya variasi rasa
takut, rasa marah pada setiap anak juga berbeda-beda. Ada anak yang dapat
menghadapi dan mengatasi rasa marah lebi baik dibandingkan anak lainnya.
Rangsangan yang biasa menimbulkan kemarahan anak adalah rintangan (dari orang
lain ataupun ketidakmampuan dirinya) terhadap gerak yang diinginkan anak, juga
rintangan terhadap keinginan, rencana, dan niat yang ingin dilakukan anak,
serta sejumlah kejengkelan yang bertumpuk.
Reaksi anak terhadap kemarahan dapat digolongkan
menjadi dua bagian yaitu :
1. Reaksi
impulsif biasa disebut juga agresi, berupa rekasi fisik maupun kata-kata yang
ditujukan kepada orang lain, binatang, maupun benda. Ledakan kemarahan pada
anak kecil disebut “temper tantrum”
dengan cara memukul, menggigit, meludah, dan menyepak;
2. Kemarahan
yang ditekan dengan cara menyalahkan diri sendiri, mengasihani diri, atau
mengancam untuk melarikan diri, juga bersikap apatis/masa bodoh.
Rasa bersalah dan sedih berkenaan dengan kegagalan
atau kesalahan dalam melakukan sesuatu perbuatan yang bertentangan dengan norma
yang berlaku. Rasa sedih juga dapat diisebabkan oleh hilangnya sesuatu yang
sangat dicintai atau disayang atau kehilangan seseorang, dan binatang atau
benda permainan kesayangan. Perasaan ini merupakan salah satu emosi yang tidak
menyenangkan. Oleh karena itu, orang dewasa berusaha agar anak-anak terhindar
atau sedikit mungkin mengalami kesedihan karena dianggap dapat merusak
kebahagiaan anak. Anak, terutama apabila masih kecil, mempunyai ingatan yang
tidak bertahan lama dan mudah dialihkan rasa sedihnya kepada mainan atau orang
yang disayangi. Ekspresi rasa sedih pada anak umumnya tampak dengan menangis.
Tangisan anak ada yang memilukan dan berlarut-larut bahkan sampai ada yang
mendekati histeris. Akan tetapi, ada juga anak yang menekan rasa sedih,
ditandai oleh hilangnya minat terhadap hal-hal yang terjadi di sekitarnya,
hilang selera makan, sukar tidur, mimpi menakutkan, dan menolak untuk bermain.
Rasa sedih yang berlarut-larut dapat mengakibatkan perasaan tidak menyenangkan
dan meng-ganggu kebahagiaan anak.
Kegembiraan, keriangan, dan kesenangan merupakan emosi
yang menyenangkan. Setiap anak berbeda variasi kegembiraannya. Hal itu
dipengaruhi oleh perbedaan usia anak. Pada peserta didik usia SD/MI,
kegembiraan antara lain disebabkan oleh kondsi fisik yang sehat sehingga dapat
melakukan berbagai aktivitas dan permainan, keberhasilan mengatasi rintangan
sehingga mencapai tujuan seperti yang telah mereka tetapkan, dan dapat memenuhi
harapan dari orang-orang yang dikasihinya. Reaksi kegembiraan anak
diekspresikan dari sekedar senyum sampai tertawa gembira sambil menggerakkan
tubuh, dan bertepuk tangan. Tuntutan sosial memaksa anak yang semakin besar untuk
semakin dapat mengendalikan ekspresi kegembiraannya.
Cemburu dan kasih sayang merupakan bentuk emosi yang
umum terjadi pada peserta didik usia sekolah dasar. Cemburu adalah reaksi
normal terhadap kehilangan kasih sayang yang nyaata dan adanya ancaman kehilangan
kasih sayang. Cemburu sering berasal dari rasa takut yang dikombinasikan dengan
kejengkelan ataupun kemarahan karena orang tua atau guru bersikap pilih kasih,
dan anak merasa ditelantarkan terhadap kepemilikan barang permainan. Rasa
cemburu biasanya hilang apabila anak dapat menyesuaikan diri dengan baik di
sekolah, dan dapat muncul kembali apabila guru membandingkannya dengan anak
atau teman lain. Reaksi langsung rasa cemburu diekspresikan dengan perilaku
perlawanan agresif seperti memukul, mendorong, dan berusaha mencelakaiorang
yang dianggap saingannya. Reaksi tidak langsung terhadap cemburu ditunjukkan
dengan bersikap kekanakan atau infantil, seperti mengisap jempol, ngompol, dan
ngambek, untuk mendapat perhatian dari orang tua atau guru. Perasaan dikasihi
atau disayangi sangat penting bagi anak. Adanya rasa dikasihi menyebabkan anak
merasa aman dan nyaman. Kasih sayang melibatkan empati dan berusaha membuat
orang yang dikasihi menjadi bahagia atau senang.
Rasa ingin tahu merupakan reaksi emosi terhadap
hal-hal yang baru, aneh, dan misterius yang terjadi di lingkungannya. Anak usia
sekolah dasar akan bergerak ke sumbernya dan mempunyai minat terhadap segala
sesuatu di lingkungannya, termasuk dirinya sendiri. Semakin luas lingkungan
gerak atau area penjelajahan anak, semakin besar dan luas pula rasa ingin
tahunya. Anak bertanya atau menanyakan segala macam yang mereka amati di
sekitarnya. Semakin anak besar, aktivitas bertanyanya digantikan dengan
membaca, dan melakukan eksperimen untuk memuaskan rasa ingin tahunya.
Peringatan dan hukuman dapat mengendalikan anak melakukan penjelajahan untuk
memuaskan rasa ingin tahunya.
D. CIRI KHAS EMOSI ANAK
Ciri khas emosi pada anak antara lain :
1. Emosi yang kuat
Anak kecil bereaksi dengan intensitas yang sama, baik
terhadap situasi yang remeh maupun yang serius. Anak pra remaja bahkan bereaksi
dengan emosi yang kuat terhadap hal-hal yang tampaknya bagi orang dewasa
merupakan soal sepele.
2. Emosi seringkali tampak
Anak-anak seringkali memperlihatkan emosi yang
meningkat dan mereka menjumpai bahwa ledakan emosional seringkali mengakibatkan
hukuman, sehingga mereka belajar untuk menyesuaikan diri dengan situasi yang
membangkitkan emosi. Kemudian mereka akan berusaha mengekang ledakan emosi
mereka atau bereaksi dengan cara yang lebih dapat diterima.
3. Emosi bersifat sementara
Peralihan yang cepat pada anak-anak kecil dari tertawa
kemudian menangis, atau dari marah ke tersenyum, atau dari cemburu ke rasa
sayang merupakan akibat dari 3 faktor, yaitu :
a. Membersihkan
sistem emosi yang terpendam dengan ekspresi terus terang.
b. Kekurangsempurnaan
pemahaman terhadap situasi karena ketidakmatangan intelektual dan pengalaman
yang terbatas.
c. Rentang perhatian yang pendek sehingga
perhatian itu mudah dialihkan. Dengan meningkatnya usia anak, maka emosi mereka
menjadi lebih menetap.
4. Reaksi mencerminkan
individualitas
Semua bayi yang baru lahir mempunyai pola reaksi yang
sama. Secara bertahap dengan adanya pengaruh faktor belajar dan lingkungan, perilaku
yang menyertai berbagai macam emosi semakin diindividualisasikan. Seorang anak
akan berlari keluar dari ruangan jika mereka ketakutan, sedangkan anak lainnya
mungkin akan menangis dan anak lainnya lagi mungkin akan bersembunyi di
belakang kursi atau di balik punggung seseorang.
5. Emosi berubah kekuatannya
Dengan meningkatnya usia anak, pada usia tertentu
emosi yang sangat kuat berkurang kekuatannya, sedangkan emosi lainnya yang
tadinya lemah berubah menjadi kuat. Variasi ini sebagian disebabkan oleh
perubahan dorongan, sebagian oleh perkembangan intelektual, dan sebagian lagi
oleh perubahan minat dan nilai.
6. Emosi dapat diketahui melalui
gejala perilaku
Anak-anak mungkin tidak memperlihatkan reaksi
emosional mereka secara langsung, tetapi mereka memperlihatkannya secara tidak
langsung melalui kegelisahan, melamun, menangis, kesukaran berbicara, dan
tingkah yang gugup, seperti menggigit kuku dan mengisap jempol.
E. TINGKAT PERKEMBANGAN EMOSI
Tiga reaksi emosi yang paling kuat adalah rasa marah,
kaku, dan takut, yang terjadi
akibat dari peristiwa – peristiwa eksternal maupun proses tak langsung. Reaksi tersebut dapat tercermin dalam
individu yang meningkatkan
aktivitas kelenjar tertentu dan mengubah temperature tubuh. Reaksi umumnya berkurang sesuai
proporsi kematangan individu. Hal ini disebabkan
oleh pebedaan jenis reaksi emosi, misalnya dengan penyebab ketakutan pada diri seseorang anak
mungkin disebabkan oleh jenis emosi yang
berbeda sesuai dengan tingkat perkembangannya. Tingkat perkembangan emosi tidak terlepas dari tingkat kestabilan emosi seseorang yang meliputi :
1. Emosi stabil
Pada seseorang yang mempunyai emosi stabil mempunyai
kecenderungan percaya diri, cermat, kukuh. Mereka selaulu menjaga pikiran
walaupun dalam keadaan kritis, sedangkan orang-orang di sekitarnya kehilangan
kendali.
2. Emosi stabil rata-rata
Seseorang yang mempunyai derajat rata-rata tingkat
emosional mempunyai kecenderungan emosi keseimbangan yang baik, sabar, tak
memihak, berkepala dingin. Mereka tidak kebal atas rasa khawatir dan terkadang
menunjukkan emosi yang aneh, namun ini adalah pengecualian daripada kebiasaan.
3. Emosi labil
Seseorang yang mempunyai emosi yang labil,
tergesa-gesa, bernafsu, sentimental, mudah tergugah, khawatir dan bimbang.
Mereka mungkin agaknya tertekan oleh kehidupan, hal ini membuat mereka mudah
terkena hal-hal negatif dan positif, sekaligus kerap dipengaruhi oleh tragedi
dan kesenangan serta tiak ada upaya untuk bereaksi mengatasi
peristiwa-peristiwa tersebut dalam hidup (Wijaya, 2004).
F. FAKTOR-FAKTOR YANG MEPENGARUHI PERKEMBANGAN
EMOSI.
Berberapa faktor yang dapat
memengaruhi perkembangan emosi anak adlah sebagai berikut.
1. Keadaan anak
Keadaan individu pada anak, misalnya cacat tubuh
ataupun kekurangan pada diri anak akan sangat mempengaruhi perkembangan
emosional, bahkan akan berdampak lebih jauh pada kepribadian anak. Misalnya:
rendah diri, mudah tersinggung, atau menarik diri dari lingkunganya.
2. Faktor belajar
Pengalaman belajar anak akan menentukan reaksi potensial
mana yang mereka gunakan untuk marah. Pengalaman belajar yang menunjang
perkembangan emosi antara lain:
a. Belajar dengan
coba-coba
Anak belajar dengan coba-coba untuk mengekspresikan
emosinya dalam bentuk perilaku yang memberi pemuasan sedikit atau sama sekali
tidak memberi kepuasan.
b. Belajar dengan meniru
Dengan cara meniru dan mengamati hal-hal yang
membangkitkan emosi orang lain, anak bereaksi dengan emosi dan metode yang sama
dengan orang-orang yang diamati.
c. Belajar dengan mempersamakan
diri
Anak meniru reaksi emosional orang lain yang tergugah
oleh rangsangan yang sama dengan rangsangan yang telah membangkitkan emosi
orang yang ditiru. Disini anak hanya meniru orang yang dikagumi dan mempunyai
ikatan emosional yang kuat dengannya.
d. Belajar melalui
pengondisian
Dengan metode ini objek, situasi yang mulanya gagal
memancing reaksi emosional kemudian berhasil dengan cara asosiasi. Pengondisian
terjadi dengan mudah dan cepat pada awal kehidupan karena anak kecil kurang menalar,
mengenal betapa tidak rasionalnya reaksi mereka.
e. Belajar
dengan bimbingan dan pengawasan
Anak diajarkan cara bereaksi yang dapat diterima jika
suatu emosi terangsang. Dengan pelatihan, anak-anak dirangsang untuk bereaksi
terhadap rangsangan yang biasanya membangkitkan emosi yang menyenangkan dan
dicegah agar tidak bereaksi secara emosional terhadap rangsangan yang
membangkitkan emosi yang tidak menyenangkan (Fatimah, 2006).
3. Konflik – konflik dalam proses
perkembangan
Setiap anak melalui berbagai konflik dalam menjalani
fase-fase perkembangan yang pada umumnya dapat dilalui dengan sukses. Namun
jika anak tidak dapat mengamati konflik-konflik tersebut, biasanya mengalami
gangguan-gangguan emosi.
4. Lingkungan keluarga
Salah satu fungsi keluarga adalah sosialisasi nilai
keluarga mengenai bagaimana anak bersikap dan berperilaku. Keluarga adalah
lembaga yang pertama kali mengajarkan individu (melalui contoh yang diberikan
orang tua) bagaimana individu mengeksplorasi emosinya. Keluarga merupakan
lingkungan pertama dan utama bagi perkembangan anak. Keluarga sangat berfungsi
dalam menanamkan dasar-dasar pengalaman emosi, karena disanalah pengalaman
pertama didapatkan oleh anak. Keluarga merupakan lembaga pertumbuhan dan
belajar awal (learning and growing) yang dapat mengantarkan anak menuju
pertumbuhan dan belajar selanjutnya.
Gaya pengasuhan keluarga akan sangat berpengaruh
terhadap perkembangan emosi anak. Apabila anak dikembangkan dalam lingkungan
keluarga yang emosinya positif, maka perkembangan emosi anak akan menjadi
positif. Akan tetapi, apabila kebiasaan orang tua dalam mengekspresikan
emosinya negatif seperti, melampiaskan kemarahan dengan sikap agresif, mudah
marah, kecewa dan pesimis dalam menghadapi masalah, maka perkembangan emosi anak
akan menjadi negatif (Syamsu, 2008).
G.
KECERDASAN EMOSIONAL
Menurut Harmoko (2005), kecerdasan emosi dapat
diartikan kemampuan untuk mengenali, mengelola, dan mengekspresikan dengan
tepat, termasuk untuk memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain,
serta membina hubungan dengan orang lain. Jelas bila seorang individu mempunyai
kecerdasan emosi tinggi, dapat hidup lebih bahagia dan sukses karena percaya
diri serta mampu menguasai emosi atau mempunyai kesehatan mental yang baik.
Faktor kematangan dan pengalaman belajar, juga kondisi
lainnya mempengaruhi perkembangan emosi seseorang. Pada perkembangan emosi
peserta didik, pengaruh faktor belajar lebih penting karena belajar merupakan
faktor yang lebih dapat dikendalikan. Terdapat berbagai cara untuk
mengendalikan lingkungan dan pengalaman belajar emosi, baik untuk memperkuat
pola reaksi emosi yang diinginkan, atau menghilangkan pola reaksi yang tidak
diinginkan.
Perkembangan emosi dapat dipelajari antara lain dengan
cara atau metode berikut. (Kurnia, 2008 : 2.29)
1. Belajar
emosi dengan cara coba dan ralat (trial
and error), terutama melibatkan aspek reaksi. Anak mencoba-coba dalam
mengekspresikan emosinya dalam bentuk perilaku yang dapat diterima.
2. Belajar
dengan cara meniru (imitasi) dilakukan melalui pengamatan yang membangkitkan
emosi tertentu pada orang lain. Anak belajar bereaksi dengan cara yang sama
dengan ekspresi dari orang yang diamati dan ditiru perilakunya.
3.
Belajar dengan cara mempersamakan diri (identifikasi) dengan orang lain yang
dikagumi atau mempunyai ikatan emosional dengan anak lebih kuat dibandingkan
dengan motivasi untuk meniru sembarang orang.
4. Belajar
melalui pengkondisian berarti belajar perkembangan emosi dengan cara asoiasi
atau menghubungkan antara stimulus (rangsangan) dengan respon (reaksi).
Pengkondisian lebih cepat terjadi pada anak kecilyang mempelajari perkembangan
perilaku karrena anak kurang mampu menalar, dan kurang pengalaman.
5. Belajar melalui pelatihan (training) dibawah bimbingan dan
pengawasan guru atau orang tua. Dengan pelatihan, anak dirangsang untuk
bereaksi terhadap hal-hal tertentu dan belajar mengendalikan lingkungan atau
emosi dirinya.
Pada diri setiap individu, termasuk peserta didik usia
sekolah dasar, ada emosi dominan yaitu satu atau beberapa emosi yang
menimbulkan pengaruh terkuat terhadap perilaku seseorang dan mempengaruhi
kepribadian anak, khususnya dalam penyesuaian pribadi dan sosial. Emosi dominan
ini biasanya terbentuk dan bergantung pada lingkungan tempat anak hidupa dan
menjalin hubungan dengan orang-orang yang berarti atau berpengaruh dalam
kehidupannya, seperti kondisi kesehatan, suasana rumah, hubungan dengan anggota
keluarga, hubungan dengan teman sebaya, perlindungan aspirasi orang tua, serta
cara mendidik dan bimbingan orang tua.
Emosi dominan ini akan mewarnai temperamen anak dan
bersifat menetap. Anak yang bertemperamen periang akan memandang ringan
rintangan yang menghalangi langkahnya. Demikian juga, besarnya pengaruh emosi
yang menyenangkan seperti kasih sayang dan kebahagiaan menyebabkan timbulnya
perasaan aman yang akan membantu anak dalam menghadapi masalah dengan penuh
ketenangan, kepercayaan dan keyakinan dapat mengatasinya, bereaksi terhadap
rintangan denga ketegangan emosi yang minimal, dan dapat mempertahankan keseimbangan
emosi.
Kesimbangan emosi dapat diperoleh melalui cara :
pengendalian lingkungan dengan tujuan
agar emosi yang tidak/kurang menyenangkan dapat cepat diimbangi dengan emosi
yang menyenangkan;
mengembangkan toleransi terhadap emosi yaitu kemampuan
untuk menghambat pengaruh emosi yang tidak menyenangkan (marah, kecemasan, dan
frustrasi) dan belajar menerima kegembiraan dan kasih sayang. Terjadinya
ketidakseimbangan antara emosi yang menyenangkan dan tidak menyenagkan akan
membuat anak menjadi murung, cepat marah, dan watak negatif lainnya. Untuk itu
diperlukan “katarsis emosi” yaitu
keluarnya energi emosional yang dapat mengakngkat sebab terpendam, dan
sekaligus membersihkan tubuh dan jiwa dari gangguan emosional. Kondisi emosi
yang meninggi antara lain disebabkan oleh kondisi fisik (kesehatan buruk,
gangguan kronis, perubahan dalam tubuh), kondisi psikologis (kecerdasan rendah,
kecemasan, kegagalan mencapai aspirasi), dan kondisi lingkungan (ketegangan
karena pertengkaran, sikap orang tua/guru yang otoriter, dll).
BAB III
IMPLIKASI
PERKEMBANGAN EMOSI TERHADAP KURIKULUM DAN PEMBELAJARAN DI SEKOLAH DASAR
A.
Implikasi
perkembangan emosi anak terhadap kurikulum
Memasuki abad ke-21,
para ahli psikologi mulai melakukan pelatihan-pelatihan untuk mengembangkan
emosi, yang dikenal dengan kecerdasan
emosional. Menurut Goleman (Kurnia, 2008 : 2.30), orang yang memiliki
keceradasan emosional yang tinggi adalah orang yang mampu mengendalikan diri
dan gejolak emosi, memelihara dan memacu motivasi untuk terus berupaya dan
tidak mudah menyerah atau putus asa, mampu mengendalikan dan mengatasi stres,
mampu menerima kenyataan, dan dapat merasakan kesenangan meskipun dalam keadaan
sulit.
Pelatihan kecerdasan emosional dimulai dengan cara
mengenali diri (kekuatan,kelemahan, cita-cita, dan harapan) serta
perasaan-perasaan yang ada pada diri seseorang, termasuk mengekspresikan dan
mengkomunikasikan emosi dengan perilaku yang dapat diterima. Belajar
mengendalikan perasaan atau emosi berarti mengarahkan energi emosi ke saluran
emosi yang bermanfaat dan dapat diterima secara sosial. Untuk mencapai
pengendalian emosi, seseorang perlu memberikan perhatian pada aspek mental
emosi sebanyak perhatiannya pada aspek fisik. Jadi, selain belajar cara
menangani rangsangan yang membangkitkan emosi, anak juga harus belajar cara
mengatasi reaksi yang biasa menyertai emosi tersebut. Anak harus mampu menilai
rangsangan dan menentukan reaksi emosinya secara benar. Tercapainya
pengendalian emosi penting bagi perkembangan anak secara keseluruhan. Semua
kelompok sosial mengharap bahwa semua anak belajar mengendalikan emosinya.
Semakin dini anak belajar mengendalikan emosinya, semakin lebih mudah pula mengendalikan
dirinya.
Kurikulum
yang dikembangkan saat ini sangat mendukung terhadap perkembangan emosi anak. Mengembangkan emosi terhadap sesuatu pada dasarnya adalah membantu anak
untuk meningkatkan semangat dan kreatifitas dalam proses
pembelajaran.perkembangan emosi yang tepat dapat mengarahkan anak untuk memenuhi tujuan-tujuannya, memuaskan
kebutuhan-kebutuhannya secara maksimal. Terutama dalam hal belajar, mengembangkan
emosi anak terhadap suatu pelajaran sangat diperlukan. Anak akan tertarik untuk
belajar apapun jika dilandasi dengan perkembangan emosi yang positif.
Implikasi dari hal tersebut terhadap pengembangan
kurikulum, antara lain;
1. Tiap anak diberi kesempatan untuk berkembang sesuai
kebutuhannya,
2. Kurikulum selain menyediakan bahan ajar yang bersifat
kejuruan juga menyediakan bahan ajar yang bersifat akademik,
3. Kurikulum memuat tujuan yang mengandung pengetahuan,
nilai/sikap, dan ketrampilan yang menggambarkan keseluruhan pribadi yang utuh
lahir dan batin.
Implikasi lain dari pengetahuan tentang anak sebagai
peserta didik terhadap proses pembelajaran dapat diuraikan sebagai berikut;
1. Tujuan pembelajaran yang dirumuskan secara operasional
selalu berpusat pada perubahan tingkah laku anak didik,
2. Bahan/materi pembelajaran yang diberikan harus sesuai
dengan kebutuhan, perhatian anak, bahan tersebut mudah diterima oleh anak,
3. Strategi pembelajaran yang digunakan harus sesuai
dengan tahap perkembangan anak,
4. Metode yang digunakan selalu merangsang perkembangan
emosi anak didik, dan
5. Sistem evaluasi berpadu dalam satu kesatuan yang
menyeluruh dan berkesinambungan dari satu tahap ke tahap berikutnya dan
dilaksanakan secara terus – menerus.
B.
Implikasi
perkembangan emosi anak terhadap proses pembelajaran
Perkembangan
emosi merupakan faktor dominan yang mempengaruhi tingkah laku siswa, dalam hal
ini termasuk pula perilaku dalam belajar.Perkembangan emosi yang positif
seperti perasaan senang, bersemangat, atau rasa ingin tahu akan mempengaruhi
siswa untuk berkonsentrasi terhadap aktivitas belajar, seperti memperhatikan
penjelasan guru, aktif dalam berdiskusi, mengerjakan tugas, dan sebagainya.jika
yang menyertai proses belajar itu emosi negatif seperti perasaan tidak senang
dan kecewa, maka proses belajar akan mengalami hambatan, dalam arti peserta
didik tidak dapat memusatkan perhatiannya untuk belajar sehingga kemungkinan
besar akan mengalami kegagalan dalam belajarnya.
Begitu
pentingnya faktor perkembangan emosional dalam menentukan keberhasilan belajar
peserta didik, Memperhatikan dan memahami emosi siswa dapat membantu pendidik
mempercepat proses pembelajaran yang lebih bermakna dan permanen. Memperhatikan
dan memahami emosi siswa berarti membangun ikatan emosional dengan menciptakan
kesenangan dalam belajar, menjalin hubungan, dan menyingkirkan segala ancaman
dari suasana belajar. Melalui kondisi belajar di maksud, para siswa akan lebih
ikut serta dalam kegiatan sukarela yang berhubungan dengan bahan pelajaran.
BAB IV
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Dari uraian pembahasan tentang perkembangan emosi
anak, dapat disimpulkan bahwa anak memiliki tahap-tahap perkembangan emosi dan
setiap tahapnya memiliki keunikan tersendiri.
Setiap tahap perkembangan emosi, orang tua dan guru
harus mengetahui, Agar perkembangan emosi anak pada usia sekolah dasar dapat
terarah. Hak-hak anak dalam perkembangannya harus dipenuhi untuk memaksimalkan
kecerdasan emosinya, Orang tua agar mengetahui factor-faktor yang dapat
memengaruhi perkembangan emosi pada anak.
B. SARAN
Dari uraian tentang perkembangan emosi anak di atas
penulis memberikan beberapa saran sebagai berikut.
1. Kepada orang tua, Agar dapat memaksimalkan
potensi anak khususnya dalam perkembangan emosi anak.
2. Kepada
guru, Agar dapat memahami setiap tahap-tahap perkembangan emosi anak. Sehingga
hak-hak anak dapat dipenuhi secara maksimal.
3. Kepada penulis, Agar dapat menambah
pengetahuannya tentang perkembangan emosi anak.