PENILAIAN AFEKTIF PADA
DOMAIN CHARACTERIZATION.
DISUSUN OLEH : SUSANTI
NIM.P2A616004
Hakekat Pembelajaran Afektif
Hasil belajar menurut Bloom
(1976) mencakup prestasi belajar, kecepatan belajar, dan hasil afektif.
Andersen (1981) sependapat dengan Bloom bahwa karakteristik manusia meliputi
cara yang tipikal dari berpikir, berbuat, dan perasaan. Tipikal berpikir
berkaitan dengan ranah kognitif, tipikal berbuat berkaitan dengan ranah psikomotor,
dan tipikal perasaan berkaitan dengan ranah afektif. Ranah afektif mencakup
watak perilaku seperti perasaan, minat, sikap, emosi, atau nilai. Ketiga ranah
tersebut merupakan karakteristik manusia sebagai hasil belajar dalam bidang
pendidikan.
Menurut Popham (1995), ranah
afektif menentukan keberhasilan belajar seseorang. Orang yang tidak memiliki
minat pada pelajaran tertentu sulit untuk mencapai keberhasilan belajar secara
optimal. Seseorang yang berminat dalam suatu mata pelajaran diharapkan akan
mencapai hasil pembelajaran yang optimal.
Oleh karena itu semua pendidik
harus mampu membangkitkan minat semua peserta didik untuk mencapai kompetensi
yang telah ditentukan. Selain itu ikatan emosional sering diperlukan untuk
membangun semangat kebersamaan, semangat persatuan, semangat nasionalisme, rasa
sosial, dan sebagainya. Untuk itu semua dalam merancang program pembelajaran,
satuan pendidikan harus memperhatikan ranah afektif.
Keberhasilan pembelajaran
pada ranah kognitif dan psikomotor dipengaruhi oleh kondisi afektif peserta
didik. Peserta didik yang memiliki minat belajar dan sikap positif terhadap
pelajaran akan merasa senang mempelajari mata pelajaran tertentu, sehingga
dapat mencapai hasil pembelajaran yang optimal. Walaupun para pendidik sadar
akan hal ini, namun belum banyak tindakan yang dilakukan pendidik secara
sistematik untuk meningkatkan minat peserta didik. Oleh karena itu untuk
mencapai hasil belajar yang optimal, dalam merancang program pembelajaran dan
kegiatan pembelajaran bagi peserta didik, pendidik harus memperhatikan
karakteristik afektif peserta didik.
Menurut Krathwohl (1961)
bila ditelusuri hampir semua tujuan kognitif mempunyai komponen afektif. Dalam
pembelajaran sains, misalnya, di dalamnya ada komponen sikap ilmiah. Sikap
ilmiah adalah komponen afektif. Tingkatan ranah afektif menurut taksonomi
Krathwohl ada lima, yaitu: receiving (attending), responding,
valuing, organization, dan characterization.
Pada
tingkat receiving atau attending,
peserta didik memiliki keinginan memperhatikan suatu fenomena
khusus atau stimulus, misalnya kelas, kegiatan, musik, buku, dan sebagainya.
Tugas pendidik mengarahkan perhatian peserta didik pada fenomena yang menjadi
objek pembelajaran afektif. Misalnya pendidik mengarahkan peserta didik agar
senang membaca buku, Pengembangan Perangkat Penilaian Afektif senang
bekerjasama, dan sebagainya. Kesenangan ini akan menjadi kebiasaan, dan hal ini
yang diharapkan, yaitu kebiasaan yang positif.
Responding
merupakan partisipasi aktif peserta didik, yaitu sebagai bagian
dari perilakunya. Pada tingkat ini peserta didik tidak saja memperhatikan
fenomena khusus tetapi ia juga bereaksi. Hasil pembelajaran pada ranah ini
menekankan pada pemerolehan respons, berkeinginan memberi respons, atau
kepuasan dalam memberi respons. Tingkat yang tinggi pada kategori ini adalah
minat, yaitu hal-hal yang menekankan pada pencarian hasil dan kesenangan pada aktivitas
khusus. Misalnya senang membaca buku, senang bertanya, senang membantu teman,
senang dengan kebersihan dan kerapian, dan sebagainya.
Valuing
melibatkan penentuan nilai, keyakinan atau sikap yang menunjukkan derajat
internalisasi dan komitmen. Derajat rentangannya mulai dari menerima suatu
nilai, misalnya keinginan untuk meningkatkan keterampilan, sampai pada tingkat
komitmen. Valuing atau penilaian berbasis pada
internalisasi dari seperangkat nilai yang spesifik. Hasil belajar pada tingkat
ini berhubungan dengan perilaku yang konsisten dan stabil agar nilai dikenal
secara jelas. Dalam tujuan pembelajaran, penilaian ini diklasifikasikan sebagai
sikap dan apresiasi.
Pada
tingkat organization, nilai satu dengan nilai lain
dikaitkan, konflik antar nilai diselesaikan, dan mulai membangun sistem nilai
internal yang konsisten. Hasil pembelajaran pada tingkat ini berupa konseptualisasi
nilai atau organisasi sistem nilai. Misalnya pengembangan filsafat hidup.
Tingkat
ranah afektif tertinggi adalah characterization nilai.
Pada tingkat ini peserta didik memiliki sistem nilai yang mengendalikan
perilaku sampai pada waktu tertentu hingga terbentuk gaya hidup. Hasil
pembelajaran pada tingkat ini berkaitan dengan pribadi, emosi, dan sosial.
Pada makalah ini penulis hanya membahas tingkat characterization yang
hanya berkaitan dengan pribadi, emosi dan sosial. Pemikiran
atau perilaku harus memiliki dua kriteria untuk diklasifikasikan sebagai ranah afektif (Andersen, 1981:4).
Pertama, perilaku melibatkan perasaan dan emosi seseorang.
Kedua, perilaku harus tipikal perilaku
seseorang.
Kriteria lain yang termasuk ranah afektif adalah
intensitas, arah, dan target. Intensitas menyatakan derajat atau kekuatan dari perasaan. Beberapa perasaan
lebih kuat dari yang lain,
misalnya cinta lebih kuat dari senang atau suka. Sebagian orang kemungkinan memiliki perasaan yang lebih
kuat dibanding yang lain. Arah perasaan
berkaitan dengan orientasi positif atau negatif dari perasaan yang menunjukkan apakah perasaan itu baik
atau buruk. Misalnya senang pada pelajaran dimaknai positif, sedang kecemasan dimaknai negatif.
Bila intensitas dan arah perasaan ditinjau bersama-sama,
maka karakteristik afektif berada dalam suatu skala yang kontinum. Target mengacu pada objek,
aktivitas, atau ide Pengembangan
Perangkat Penilaian Afektif sebagai
arah dari perasaan. Bila kecemasan merupakan karakteristik afektif yang ditinjau, ada beberapa kemungkinan
target. Peserta didik mungkin bereaksi terhadap sekolah, matematika, situasi sosial, atau pembelajaran.
Tiap unsur ini bisa merupakan target dari kecemasan.
Kadang-kadang target ini diketahui oleh seseorang namun kadang-kadang tidak diketahui. Seringkali peserta
didik merasa cemas bila menghadapi
tes di kelas. Peserta didik tersebut cenderung sadar bahwa target kecemasannya adalah tes.
Ada 5 (lima) tipe
karakteristik afektif yang penting, yaitu sikap, minat, konsep
diri, nilai, dan moral.
Sikap
merupakan suatu kencendrungan untuk bertindak secara suka atau tidak suka
terhadap suatu objek. Sikap dapat dibentuk melalui cara mengamati dan menirukan
sesuatu yang positif, kemudian melalui penguatan serta menerima informasi
verbal. Perubahan sikap dapat diamati dalam proses pembelajaran, tujuan yang
ingin dicapai, keteguhan, dan konsistensi terhadap sesuatu. Penilaian sikap
adalah penilaian yang dilakukan untuk mengetahui sikap peserta didik terhadap
mata pelajaran, kondisi pembelajaran, pendidik, dan sebagainya. Sikap peserta
didik terhadap mata pelajaran, misalnya bahasa Inggris, harus lebih positif
setelah peserta didik mengikuti pembelajaran bahasa Inggris dibanding sebelum
mengikuti pembelajaran. Perubahan ini merupakan salah satu indikator keberhasilan
pendidik dalam melaksanakan proses pembelajaran. Untuk itu pendidik harus membuat
rencana pembelajaran termasuk pengalaman belajar peserta didik yang membuat
sikap peserta didik terhadap mata pelajaran menjadi lebih positif.
Minat
atau keinginan adalah kecenderungan hati yang tinggi terhadap sesuatu. Hal
penting pada minat adalah intensitasnya. Secara umum minat termasuk karakteristik
afektif yang memiliki intensitas tinggi. Penilaian minat dapat digunakan untuk:
a.
mengetahui minat peserta didik sehingga mudah
untuk pengarahan dalam pembelajaran,
b.
mengetahui bakat dan minat peserta didik yang
sebenarnya,
c.
pertimbangan penjurusan dan pelayanan
individual peserta didik,
d.
menggambarkan keadaan langsung di
lapangan/kelas,
e.
mengelompokkan peserta didik yang memiliki
minat sama,
f.
Pengembangan Perangkat Penilaian Afektif
g.
acuan dalam menilai kemampuan peserta didik
secara keseluruhan dan memilih metode yang tepat dalam penyampaian materi,
h.
mengetahui tingkat minat peserta didik
terhadap pelajaran yang diberikan pendidik,
i.
bahan pertimbangan menentukan program
sekolah,
j.
meningkatkan motivasi belajar peserta didik.
Arah
konsep diri bisa positif atau negatif,
dan intensitasnya bisa dinyatakan dalam suatu daerah kontinum, yaitu mulai dari
rendah sampai tinggi. Konsep diri ini penting untuk menentukan jenjang karir
peserta didik, yaitu dengan mengetahui kekuatan dan kelemahan diri sendiri,
dapat dipilih alternatif karir yang tepat bagi peserta didik. Selain itu
informasi konsep diri penting bagi sekolah untuk memberikan motivasi belajar
peserta didik dengan tepat. Penilaian konsep diri dapat dilakukan dengan
penilaian diri.
Nilai
adalah suatu objek, aktivitas, atau ide yang dinyatakan oleh individu dalam mengarahkan
minat, sikap, dan kepuasan. Selanjutnya dijelaskan bahwa manusia belajar
menilai suatu objek, aktivitas, dan ide sehingga objek ini menjadi pengatur
penting minat, sikap, dan kepuasan. Oleh karenanya satuan pendidikan harus
membantu peserta didik menemukan dan menguatkan nilai yang bermakna dan
signifikan bagi peserta didik untuk memperoleh kebahagiaan personal dan memberi
konstribusi positif terhadap masyarakat.
Moral
berkaitan dengan perasaan salah atau benar terhadap kebahagiaan orang lain atau
perasaan terhadap tindakan yang dilakukan diri sendiri. Misalnya menipu orang
lain, membohongi orang lain, atau melukai orang lain baik fisik maupun psikis.
Moral juga sering dikaitkan dengan keyakinan agama seseorang, yaitu keyakinan
akan perbuatan yang berdosa dan berpahala. Jadi moral berkaitan dengan prinsip,
nilai, dan keyakinan seseorang.
Ditinjau dari tujuannya ada lima macam
instrumen pengukuran ranah afektif, yaitu instrumen (1) sikap, (2) minat, (3)
konsep diri, (4) nilai, dan (5) moral.
Skala yang sering digunakan dalam instrumen
penelilaian afektif adalah Skala
Thurstone, Skala Likert, dan Skala Beda Semantik.
Contoh Skala Thurstone: Minat
terhadap pelajaran IPA
Contoh Skala Thurstone: Minat terhadap pelajaran IPA
Contoh skala Likert: Sikap terhadap pelajaran matematika
Keterangan:
SS : Sangat setuju
S : Setuju
TS : Tidak
setuju
STS: Sangat tidak setuju
Contoh skala beda Semantik:
Pelajaran Bahasa Indonesia
Sistem penskoran
Sistem
penskoran yang digunakan tergantung pada skala pengukuran. Apabila digunakan
skala Thurstone, maka skor tertinggi untuk tiap butir 7 dan skor terendah 1.
Demikian pula untuk instrumen dengan skala beda semantik, tertinggi 7 terendah
1. Untuk skala Likert, pada awalnya skor tertinggi tiap butir 5 dan terendah 1.
Dalam pengukuran sering terjadi kecenderungan responden memilih jawaban pada
katergori tiga 3 (tiga) untuk skala Likert. Untuk menghindari hal tersebut
skala Likert dimodifikasi dengan hanya menggunakan 4 (empat) pilihan, agar
jelas sikap atau minat responden.
Skor
perolehan perlu dianalisis untuk tingkat peserta didik dan tingkat kelas, yaitu
dengan mencari rerata (mean) dan simpangan baku skor. Selanjutnya
ditafsirkan hasilnya untuk mengetahui minat masing-masing peserta didik dan
minat kelas terhadap suatu mata pelajaran.
Penentuan kategori hasil pengukuran sikap atau
minat dapat dilihat pada tabel berikut.
Keterangan Tabel 2:
1.
Skor batas bawah kategori
sangat tinggi atau sangat baik adalah: 0,80 x 40 = 36, dan batas atasnya 40.
2.
Skor batas bawah pada kategori
tinggi atau baik adalah: 0,70 x 40 = 28, dan skor batas atasnya adalah 35.
3.
Skor batas bawah pada kategori
rendah atau kurang adalah: 0,50 x 40 = 20, dan skor batas atasnya adalah 27.
4.
Skor yang tergolong p
5.
ada kategori sangat rendah
atau sangat kurang adalah kurang dari 20.
Keterangan:
1) Rata-rata skor kelas: jumlah skor semua peserta didik dibagi
jumlah peserta didik di kelas ybs.
2)
Skor batas bawah kategori
sangat tinggi atau sangat baik adalah: 0,80 x 40 = 36, dan batas atasnya 40.
3)
Skor batas bawah pada kategori
tinggi atau baik adalah: 0,70 x 40 = 28, dan skor batas atasnya adalah 35.
4)
Skor batas bawah pada kategori
rendah atau kurang adalah: 0,50 x 40 = 20, dan skor batas atasnya adalah 27.
5)
Skor yang tergolong pada
kategori sangat rendah atau sangat kurang adalah kurang dari 20.
Pada Tabel 2 dapat diketahui minat atau sikap tiap
peserta didik terhadap tiap mata pelajaran. Bila sikap peserta didik tergolong
rendah, maka peserta didik harus berusaha meningkatkan sikap dan minatnya
dengan bimbingan pendidik. Sedang bila sikap atau minat peserta didik tergolong
tinggi, peserta didik harus berusaha mempertahankannya.
Tabel 3 menujukkan minat atau sikap kelas terhadap
suatu mata pelajaran. Dalam pengukuran sikap atau minat kelas diperlukan
informasi tentang minat atau sikap setiap peserta didik terhadap suatu objek,
seperti mata pelajaran. Hasil pengukuran minat kelas untuk semua mata pelajaran
berguna untuk membuat profil minat kelas. Jadi satuan pendidikan akan memiliki
peta minat kelas dan selanjutnya dikaitkan dengan profil prestasi belajar.
Umumnya peserta didik yang berminat pada mata pelajaran tertentu prestasi
belajarnya untuk mata pelajaran tersebut baik
|
SUSANTI P2A616004
Jumat, 03 Maret 2017
Langganan:
Postingan (Atom)